Butuh Perda, Terdeteksi Tinggi di Lahat, Potensi Konflik Antara Tanah Hutan Adat dan HGU/IUP Korporasi

Butuh Perda, Terdeteksi Tinggi di Lahat, Potensi Konflik Antara Tanah Hutan Adat dan HGU/IUP Korporasi-Koranlapos.com-

Lahat Pos - Kabupaten Lahat telah menjadi wilayah perluasan pembangunan investasi. Namun kondisi dilapangan semua ini berpotensi meningkatkan risiko lingkungan Lahat yang secara ekologis cukup rentan. 

Dalam satu dekade terakhir, kondisi ini berdampak pula pada kian meluasnya konflik agraria di atas persoalan yang sudah terjadi sebelumnya. 

Potensi konflik antara masyarakat dan korporasi terkait tumpang tindih tanah ulayat (hutan adat/himbe peramuan) dengan Hak Guna Usaha (HGU) Perkebunan dan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Potensi konflik juga dapat terjadi antara masyarakat-pemerintah dan atau korporasi-pemerintah.

Potensi konflik ini antara lain disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya belum adanya pengakuan terhadap hak ulayat, tumpang-tindih antar izin HGU/IUP, maupun tumpang tindih dengan kawasan hutan, Amdal serta persoalan tentang pergeseran kawasan hutan. 

Kepala UPTD KPH Wilayah XI Kikim Pasemah Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan, Wahyu Pamungkas, S.Hut., M.AP mengaku kaget dengan 60 potensi konflik tanah adat dengan perusahaan batubara ataupun perkebunan di Lahat

Setelah sebelumnya disampaikan Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PRKPP) kepada Dinas Lingkuan Hidup dan Pertahanan Provinsi Sumatera Selatan dalam kunjungannya. 

"Nah ini penting kita mendorong cepat penyusunan SK Bupati atau Perda terkait dengan pengakuan masyarakat hukum adat di Kabupaten Lahat. Kalau tidak ini bakal jadi bencana terhadap 60 potensi konflik ini, di masa depan" beber Wahyu kepada Lahat Pos, Kamis 13 Februari 2025. 

BACA JUGA:Tertangkap di Lahat, Dua Bandar Ganja 7,62 Kilogram Terancam Hukuman Berat

Menurut Wahyu, bahwa Perda ini penting kerena ke depannya akan muncul lagi konflik-konflik antara masyarakat berupa klaim hak ulayat dengan perusahaan investasi. 

Sementara penetapan status hutan adat itu sejauh ini adalah wewenang dari Kementerian Kehutanan. 

Bahkan sampai saat ini, keberadaan masyarakat hukum adat itu belum diakui oleh pemerintah kabupaten. Karena pengakuan terhadap masyarakat hukum adat itu harus melalui keputusan Bupati Lahat.

"Kita sebagai pemerintah, belum dapat memberikan perlindungan secara utuh. Kenapa? karena mereka (tanah hutan adat) itu belum kita akui keberadaannya.

Nah kalau misalkan pemerintah daerah sudah mengakui keberadaan masyarakat hukum adat itu, dan kita mengakui secara kelembagaannya. Maka kita harus mengakui juga hal-hal yang ada dalam masyarakat hukum adat," ucapnya. 

"Salah satunya adalah tanah ulayatnya, itu juga harus, karena kita mengakui dan kita lindungi. Masyarakat yang kita lindungi, harta kekayaan mereka (investor) juga kita lindungi haknya," jelasnya. 

Tag
Share