Butuh Perda, Terdeteksi Tinggi di Lahat, Potensi Konflik Antara Tanah Hutan Adat dan HGU/IUP Korporasi

Butuh Perda, Terdeteksi Tinggi di Lahat, Potensi Konflik Antara Tanah Hutan Adat dan HGU/IUP Korporasi-Koranlapos.com-
Dikatakannya, seperti tanah yang diakui masyarakat sebagai tanah adat Himbe Kemulau di Kecamatan Merapi Barat. Bahkan itu belum terdata sebagai hutan adat yang diakui keberadaannya oleh negara.
Statusnya bukan kawasan hutan negara, sehingga pihaknya tidak berwenang untuk memberikan perlindungan.
"Jika konflik itu terjadi bukan di kawasan hutan negara berarti kami anggap itu kan di wilayah privat. Kami tidak bisa masuk ke sana, kami hanya boleh bergerak di kawasan hutan negara atau kawasan hutan adat," sampaiannya.
Dikatakannya, bahwa hutan adat yang sudah ditetapkan oleh negara di Provinsi Sumsel ini baru ada dua, yaitu Hutan Adat Puyang Sure di Kecamatan Semendo Darat Laut, Kabupaten Muara Enim dan Hutan Adat Tebat Benawa, di Kota Pagar Alam.
"Saat ini hanya ada dua yang diakui negara. Selain itu tidak ada. Kenapa di Lahat belum ada, karena sampai dengan sekarang Lahat itu belum pernah mengeluarkan Perda ataupun keputusan bupati terkait dengan mekanisme pengakuan masyarakat hukum adat. Dan itu yang kami dorong waktu kita reses kemarin," ujarnya.
Ketua DPRD Lahat Fitrizal Homizi ST MSi MM mengatakan bahwa Pemerintah Daerah Lahat juga berharap hutan ada kepastian hukum adat. Ia mendorong pembentukan Perda ini. (*)