Pemberdayaan Perempuan dalam Perspektif Islam
Ilustrasi--
Kaum feminis juga menarasikan bahwa seorang perempuan disebut berdaya ketika ia mampu menghasilkan materi sendiri. Tak ayal, dibuatlah sebuah program melalui peringatan Hari Ibu kali ini yaitu tentang kewirausahaan perempuan melalui UMKM, juga ekonomi digital, sebagai sebuah kampanye pemberdayaan perempuan.
Perempuan Berdaya dengan Islam
Apa yang diklaim para feminis tersebut diatas seolah menafikan keberadaan kaum laki-laki. Mereka lupa bahwa laki-laki yang terkena dampak PHK, upah rendah, diskriminasi dan kekerasan terhadap pekerja lebih banyak dari perempuan. Maka sesungguhnya akar masalah yang dialami oleh perempuan ini bukanlah kesenjangan gender, melainkan perkara sistemik.
Sistem kapitalisme yang ada saat ini sungguh telah nyata menciptakan kemiskinan dan kesenjangan antara laki-laki dan perempuan, jurang yang dalam antara yang kaya dan yang miskin. Liberalisme, sebagai anak turun dari kapitalisme telah membebaskan setiap tingkah laku manusia. Maka wajar jika terjadi kekerasan terhadap laki-laki dan perempuan dalam bekerja, dan menjadikan perempuan sebagai komoditas ekonomi yang bisa diekspolitasi kapan saja. Perempuan hanya dianggap faktor produksi sehingga derajatnya tidak lebih tinggi dari kapital.
Kaum feminis lupa bahwa ketika peran perempuan terabaikan sebagai seorang ibu, maka akan muncul permasalahan baru. Tingginya kenakalan remaja, misalnya. Hal ini terjadi akibat hilangnya pengasuhan dari orang tua mereka. Kesibukan orang tua dalam bekerja menjadikan mereka lalai dalam pengasuhan. Belum lagi tayangan media yang menampilkan budaya liberal menjadi celah yang besar remaja masuk dalam pergaulan bebas. Benteng keluarga yang rapuh inilah yang akan menghasilkan generasi sampah yang abai terhadap masa depannya.
Berbeda dengan pemberdayaan Islam. Islam memandang seorang perempuan adalah mulia. Perannya sebagai ummun wa robbatul bait, yaitu seorang ibu dan manager rumah tangga telah diberi kemuliaan oleh Allah untuk mengandung dan melahirkan seorang anak. Maka wajib bagi seorang perempuan untuk memberikan pengasuhan yang terbaik demi keberlangsungan generasi mulia dan tangguh.
Sebagai seorang ibu, perempuan juga memiliki amanah sebagai madrosatul ula. Hafiz Ibrahim mengungkapkan "Al-Ummu madrasatul ula, iza a'dadtaha a'dadta sya'ban thayyibal a'raq". Artinya, ibu adalah madrasah (sekolah) pertama bagi anaknya. Jika engkau persiapkan ia dengan baik, maka sama halnya engkau persiapkan bangsa yang baik pokok pangkalnya. Kemudian peran ibu lainnya adalah sebagai ummu ajyal atau ibu generasi. Seorang ibu pun harus juga peduli dengan anak-anak kaum muslim lainnya. Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa bangun di pagi hari tidak memikirkan urusan kaum muslimin maka dia bukan golonganku." (HR Ath-Thabrani)
Dengan demikian Islam tidak memandang pemberdayaan perempuan pada siapa yang lebih aktif dalam menghasilkan materi. Sistem Islam memberi ruang pada kaum laki- laki dan perempuan untuk optimal dalam seluruh perannya yang sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunah.