BACA JUGA:Sempat Menjadi Polemik
BACA JUGA: Fauzan Salurkan Bantuan Kepada Korban Kebakaran
Artinya, “Mayoritas ulama berpendapat bahwa, jika muntahan bergerak turun kembali ke tenggorokan seseorang padahal ia sebenarnya bisa memuntahkannya, maka puasanya batal dan ia wajib mengqadhanya. Tetapi yang benar menurut Mazhab Hanafi, jika muntahan bergerak kembali ke tenggorokan seseorang dengan sendirinya, maka puasanya tidak batal. Abu Yusuf berpendapat bahwa puasa menjadi batal sebab muntahan kembali bergerak masuk (ke dalam perut) sebagaimana kembalinya muntahan sepenuh mulut,” (Lihat Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki, Ibanatul Ahkam, [Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1416 H], cetakan pertama, juz II, halaman 306).
Dilansir dari NU Cirebon, muntah yang bisa membatalkan puasa adalah muntah yang dilakukan dengan sengaja, bahkan jika itu disarankan oleh dokter, seperti yang dijelaskan Syaikh Mahfudz Termas Pacitan dalam Hasyiyahnya:
لَوْ احْتاجَ المَريضُ إلى التَّقيُّؤِ لِأجْل التَّداوي بقَولِ طَبيبٍ أفْطرَ. أي: وَعَليهِ القَضاءُ.
Artinya, “Jika seseorang yang sakit butuh untuk muntah untuk pengobatan sesuai saran dokter, maka puasanya batal.”
BACA JUGA:Maksimalkan Edukasi ke Masyarakat
BACA JUGA:Gagal Maling Nekat Sembunyi di Plafon
Dari penjelasan-penjelasan tersebut, batalnya puasa karena muntah adalah bagaimana cara muntah itu, di sengaja atau tidak di sengaja. Jika muntah secara sengaja, batal, sedangkan secara tidak sengaja, tidak batal dan bisa melanjutkannya.