Lipstick Merona

--
Amerika sendiri menjadi negara yang justru tidak pernah merayakan hari kemenangan perang dunia ke-2. Mungkin Amerika justru sangat malu: negara itulah yang baru bisa menang hanya dengan cara menggunakan senjata kimia pemusnah masal. Bukan menang secara James Bond. Atau cara Rambo. Apalagi cara Jacky Chan.
Tentu Donald ”Rambo” Trump sedang cari cara untuk memberikan perlawanan baru. Presiden-presiden Amerika sebelumnya selalu punya cara membuat India bertengkar dengan Tiongkok. Dan Moskow menjauhi Beijing. Baru Trump satu ini yang justru membuat tiga negara itu bersatu: lewat perang dagangnya.
Berarti sebenarnya Trump punya jiwa mulia: mampu membuat rukun tiga tetangga. Bukankah merukunkan tetangga yang sedang bertengkar itu mulia? Dan baru Trump yang punya hati semulia itu?
Maka sisi kemuliaan ini juga harus dilihat. Harusnya justru kemuliaan hati dalam merukunkan Rusia-Tiongkok-India inilah yang dipakai bukti agar Trump bisa dapat hadiah Nobel Perdamaian. Trump sangat mendambakan Nobel itu karena Obama pernah mendapatkannya.
Sampai-sampai media di sana mengungkapkan alasan sangat pribadi mengapa Trump marah kepada Modi. Yakni karena Modi termasuk yang tidak mau merekomendasikan Trump layak dapat hadiah Nobel Perdamaian.
Saya sendiri dua kali memutar rekaman parade militer di Beijing itu secara lengkap. Salah satu yang paling menarik minat saya adalah saat resimen tentara wanita melintas. Sebanyak itu. Tegap tapi feminin. Badan mereka begitu sama: langsing tapi berisi. Atau berisi tapi langsing. Leher mereka kokoh tapi jenjang. Wajah mereka serius tapi menyembunyikan senyum manis. Bibir mereka menutup tapi lipstiknyi merona.
Kian melihat pasukan wanita itu Anda pun akan kian terpana. Tapi jangan bayangkan bisa menggoda mereka --kalau level karate Anda biasa-biasa saja.(Dahlan Iskan)