Karam Darat

Senin 07 Jul 2025 - 16:04 WIB
Reporter : Redaksi
Editor : Redaksi

Ini seperti membeli franchise McDonald's versus buka burger stall sendiri. Yang pertama mahal, tapi sudah ada brand, system, dan customer. Yang kedua murah, tapi belum tentu laku dan butuh effort dari nol.

 

Ketika IMO GISIS dijadikan standar tunggal untuk menentukan usia kapal dalam valuasi, apakah ini fair? Standar internasional memang penting, tapi konteks bisnis lokal juga tidak bisa diabaikan. Kapal yang beroperasi di perairan Indonesia dengan regulasi Indonesia, melayani rute Indonesia, tentu punya karakteristik valuasi yang berbeda dengan kapal yang beroperasi di Mediterania atau Baltic Sea.

 

Bisnis di Negeri Seribu Prasangka

 

Indonesia memiliki blessing in disguise yang aneh: kita punya BUMN-BUMN yang powerful dan strategis, namun sistem pengawasan yang paranoid terhadap setiap langkah bisnis mereka. ASDP adalah contoh sempurna dari paradoks ini—mereka dituntut untuk profitable, tapi setiap keputusan bisnis yang berani dianggap mencurigakan.

 

Akibatnya, BUMN kita menjadi seperti atlet yang dipaksa jadi juara dunia tapi diwajibkan berlari sambil menggendong karung beras 50 kilo.

 

Tugas ganda ASDP—mencari keuntungan di rute komersial untuk menyubsidi rute perintis—adalah misi impossible yang tidak pernah dihadapi competitor swasta. Bayangkan Anda harus bersaing dalam balap mobil, tapi Anda wajib berhenti di setiap pos untuk membagikan makanan gratis, sementara pesaing lain boleh ngebut tanpa beban apapun. Itulah realitas BUMN pelayaran di Indonesia.

 

Bandingkan dengan Temasek di Singapura atau Khazanah di Malaysia. Sovereign wealth fund ini berinvestasi dengan agresif, mengambil risiko tinggi, melakukan akuisisi besar-besaran, dan kadang mengalami kerugian—tanpa direksi mereka langsung masuk bui. Kenapa? Karena ada pemahaman bahwa calculated risk adalah bagian dari permainan bisnis. Kerugian adalah tuition fee untuk pembelajaran, bukan automatically criminal offense.

 

Di Indonesia? Setiap keputusan akuisisi BUMN diperlakukan seperti potential crime scene. Setiap valuasi yang premium langsung dicurigai sebagai markup. Setiap strategi aggressive growth dianggap sebagai penyalahgunaan wewenang. Hasilnya: para direksi BUMN bermain ultra-konservatif, menghindari segala risiko, dan perusahaan perlahan mati karena tidak berani berinovasi.

 

Kategori :

Terkait

Senin 07 Jul 2025 - 16:04 WIB

Karam Darat