de-Kock Andani

--
Oleh: Dahlan Iskan
Selasa 19-08-2025
(Gedung Cindua Mato RSUD Dr Achmad Mochtar Bukittinggi-Dokumentasi RSUD Dr Achmad Mochtar)
Nama Dr Achmad Mochtar sama populernya dengan nama Jendral de Kock di Bukittinggi. Yang pertama menjadi nama resmi rumah sakit umum daerah di sana. Yang kedua jadi nama universitas swasta di kota itu.
Berarti nama Achmad Mochtar tidak dilupakan --setidaknya di daerah asalnya: Sumatera Barat. Apalagi RSUD itu kini jadi andalan provinsi: sudah naik ke kelas A.
Rumah sakit itu sendiri awalnya bernama Spitaal Fort de Kock. Spitaal berkonotasi ke hospital. Rumah sakit. Yakni rumah sakit dekat Benteng de Kock.
Benteng itu diberi nama de Kock karena jasa jendral Hendrik Merkus de Kock dalam memenangkan Perang Padri di Sumbar. Pusatnya di Bukittinggi. Di situ de Kock membangun benteng pertahanan Belanda. Peninggalan benteng itu masih ada. Sampai sekarang. Jadi obyek wisata.
Anda masih ingat Perang Padri: 1821- 1829. Berarti Anda juga ingat: di tengah perang itu, di tahun 1825, meletus Perang Diponegoro di Magelang dan sekitarnya.
Setelah sukses di Perang Padri itu Merkus de Kock naik pangkat jadi jendral. Lalu menjadi Gubernur Jendral, penguasa tertinggi Hindia Belanda --kini disebut Indonesia.
Ketika Pangeran Diponegoro ditipu dan ditangkap Belanda Gubernur Jendralnya sudah dijabat de Kock.
Boleh dikata de Kock adalah pendiri kota Bukittinggi. Setelah benteng itu dibangun --1825-- mulailah ada kehidupan di sekitarnya: asrama tentara, rumah sakit dan seterusnya. Belum ada nama Bukittinggi di tahun itu. Nama Bukittinggi baru muncul setelah Jepang menguasai Sumbar. Barulah saat itu pemukiman kecil di sekitar Fort de Kock yang ketinggiannya 900 meter itu oleh Jepang diberi nama Bukit Tinggi.
Di tahun 1954 nama rumah sakit de Kock diganti. Menjadi RS Dr Achmad Mochtar. Yang makamnya kini di kompleks pemakaman Belanda di Ancol --di dalam kawasan Taman Impian Jaya Ancol (lihat Disway 17 Agustus 2025).
"Saya ingin sekali ziarah ke makam Dr Achmad Mochtar. Belum kesampaian. Mungkin setelah ini".
Yang mengucapkan itu seorang dokter di Padang. Ia juga mengatakan ingin mewarisi jiwa peneliti yang dimiliki Dr Achmad Mochtar. Bukan hanya ingin. Ia sudah jauh melangkah ke sana.