de-Kock Andani

--
Anda sudah tahu nama dokter itu: Dr dr Andani Eka Putra. Sudah beberapa kali saya tampilkan di Disway. Namanya ngetop di saat ada pandemi Covid-19. Andani-lah dokter Indonesia yang menemukan sistem tes Covid agar bisa lebih cepat. Yakni lewat penelitiannya di bidang cara melakukan tes. Dari hanya mampu 150 menjadi mampu 1.500/hari.
Andani pun diminta keliling kota-kota besar untuk menularkan penemuannnya itu.
Tidak berhenti di situ. Andani terus menekuni penelitian. Lahirlah regan bikinan Andani dan timnya. Lembaga penelitian yang ia pimpin itu tetap di bawah Universitas Andalas Padang. Tapi Andani diberi kepercayaan yang hampir mutlak di situ.
Andani sadar bahwa penelitian tidak boleh berhenti di laboratorium. Harus punya lembaga bisnis yang ”menjual” hasil penelitian itu. Ia bangun perusahaan untuk itu.
Dari makam Dr Achmad Mochtar saya menghubungi Andani. Saat itulah ia bilang ingin segera ziarah ke sini. Ia juga bilang ingin mewarisi semangat penelitiannya.
Keinginan itu begitu tingginya: sejak Covid itu, sampai sekarang, Andani sudah menemukan 35 hasil penelitian. Semuanya langsung bermanfaat bagi masyarakat. Semuanya ”dijual” oleh badan usaha yang ia dirikan kemudian itu.
"Di antara 35 hasil penelitian itu mana yang Anda anggap terpenting?"
"Yang terpenting CC Screen untuk screening kanker leher rahim. Yakni melalui deteksi virus HPV, PCR TB Dx. Juga bisa untuk deteksi tuberkulosis, dan panel pneumonia. Termasuk bisa untuk deteksi 11 bakteri penyebab pneumonia sekaligus," jawabnya.
Dengan penemuannnya itu terapi antibiotik bisa lebih bagus.
Andani aktivis sejak masih mahasiswa. Ia ketua HMI di Sumbar. Gelar dokter sampai doktornya diperoleh di Universitas Andalas Padang. Bisa menghasilkan 35 penemuan yang langsung ”terjual” adalah kerja keras yang luar biasa. Hanya dalam lima tahun.
Andani masih punya waktu untuk praktik dokter. Motif utamanya untuk menolong masyarakat yang sakit. Ia tidak punya tarif. Terserah pasiennya. Itu membuatnya kerja lebih keras. Pasiennya membeludak.
Sebenarnya penelitian Andani akan lebih pesat kalau saja kompetisi di lapangan lebih fair. Andani harus bersaing dengan produk impor. Produk impor itu tinggal packing ulang di Indonesia. Tapi sudah disebut produk Indonesia dengan TKDN sampai 40 persen.
Itulah kenyataan di lapangan. Mungkin tidak seberat risiko yang dihadapi Achmad Mochtar tapi sangat menyakitkan para peneliti.
Hebatnya di bidang PCR Andani sudah sangat di depan. "Kita sudah sukses membuat bahan baku tes PCR yang sebelumnya impor," katanya. "Yaitu taq polimerase dan reverse transkriptase. Target kita berikutnya membuat produk protein seperti eritropoetin untuk pasien gagal ginjal," tambahnya. Andani juga masih merencanakan untuk membuat insulin. "Suatu saat nanti," katanya.
Badan usaha yang ia bangun adalah PT Crown Teknologi Indonesia (PT CTI). "Pusat penelitiannya tetap di universitas, Unand, pengembangannya di CTI," katanya.