KORANLAPOS.COM - Selasa itu, angin di Gumay Ulu sejuk sekali. Tak banyak yang berubah di Desa Simpur. Kecuali satu hal: rombongan besar datang. Ada Bupati Kabupaten Lahat, Bursah Zarnubi. Ada juga Wakil Bupati, Widia Ningsih. Lengkap dengan Dandim 0405/Lahat Letkol Inf. Taufik Satria Nugraha. S.I.P., M.M. dan para pejabat OPD, camat, serta seluruh kepala desa se-Kecamatan Gumay Ulu.
Mereka tak datang untuk seremoni. Mereka datang untuk melihat langsung warisan leluhur: situs megalitikum yang tersebar di desa itu.
“Saya ingin melihat langsung kondisi situs-situs megalitikum yang merupakan bagian dari sejarah dan budaya Kabupaten Lahat,” kata Bupati Bursah sambil menyapu pandangan ke arah batu-batu tua yang berdiri gagah, meski sudah akan dikepung rumput liar.
BACA JUGA:Bupati Bursah: Jaga Lingkungan, Jaga Masa Depan
BACA JUGA:Bupati Bursah Tegaskan Kesiapan Jajaran Sambut Kunjungan Gubernur Sumsel
Ia tidak hanya melihat. Ia mencatat. Menyimak. Mengangguk. Lalu berbicara. Tentang pentingnya menjaga situs sejarah itu. Tentang peluangnya sebagai destinasi wisata unggulan Kabupaten Lahat. Tapi juga soal hal-hal kecil yang sering luput.
“Toiletnya rusak. Air nggak ada. Itu yang duluan harus dibenahi,” ujarnya blak-blakan.
Ia berjanji WC akan diperbaiki. Sumur bor akan dibuat. Fasilitas lain yang rusak juga akan dibenahi. Karena menurutnya, wisata sejarah tidak bisa maju kalau fasilitas dasarnya saja sudah tak bagus lagi.
Tapi lebih dari itu, ia menekankan pentingnya menjaga situs megalitikum bukan hanya untuk pariwisata. Tapi untuk sejarah. Untuk pendidikan. Untuk generasi muda.
“Ada nilai-nilai budaya yang harus kita jaga. Ini bukan cuma batu tua. Ini saksi bisu peradaban yang sudah ada sejak ratusan, bahkan ribuan tahun lalu,” tegasnya.
Hari itu, situs-situs megalitikum di Simpur tak lagi sendiri. Ia kini dalam pantauan seorang pemimpin yang tampaknya cukup peduli.