Pemberdayaan Perempuan Melalui Media Sosial
Pemberdayaan Perempuan Melalui Media Sosial--
KORANLAPOS, Lahat - Penggunaan media sosial mencakup berbagai aspek kehidupan. Di hampir semua bidang, termasuklah politik, ekonomi, hukum, dan lain sebagainya telah terimbas oleh penggunaan media sosial. Dengan media sosial, apapun dapat dipublikasikan dan sipapun dapat mempublikasikan, pada saat itu juga. Selain sebagai media informasi, kekhasan media sosial adalah sebagai arena pertemanan.
Setiap individu terkoneksi melalui situs ini. Setiap orang dapat melacak berbagai afiliasi yang ia inginkan, mulai dari sekolah, partai politik, negara, hingga kelompok agama. Hal ini berarti, media sosial mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai media informasi dan wadah pertemanan.
Karena dua fungsi tersebut, keberadaan media sosial dianggap cukup berpengaruh terhadap perubahan wajah dunia saat ini. Berbagai perubahan besar telah terjadi sejak situs media sosial yang bernama Facebook diluncurkan pada Februari 2004. Peristiwa Arab Spring, Occupy Wall Street hingga Revolusi Payung di Hongkong, adalah beberapa gerakan yang digerakkan melalui media sosial, terutama Facebook.
Dalam kondisi rezim yang otoriter atau terlalu berkuasa, di mana media arus utama dikendalikan secara ketat, media sosial mewadahi suara-suara perlawanan. Melalui media sosial, isu perlawanan dihembuskan, dukungan dialirkan dan pergerakan massa dikonsolidasikan. Kesuksesan gerakan-gerakan tersebut membuktikan bahwa bagi kelompok yang tidak berdaya (powerless), media sosial seperti Facebook merupakan alat yang mampu menyuarakan aspirasi mereka.
BACA JUGA:Bupati OKU Apresiasi Komitmen PLN UP3 Lahat, Saat Apel Gebyar Bakti Penyulang di Baturaja
BACA JUGA:23 Eselon II Pemkab Lahat Ikut Job Fit, Inilah Nama-namanya
Selain sebagai alat perlawanan terhadap rezim, media sosial juga mewadahi suara kaum minoritas yang kerap diabaikan oleh media arus utama. Munculnya suara minoritas di situs jejaring sosial dianggap sebagai salah satu indikasi akan eksistensi masyarakat marginal yang jarang muncul di media mainstream.
Salah satu kelompok masyarakat marginal yang kerap diabaikan atau didiskriminasi adalah kelompok perempuan. Dalam banyak bidang kehidupan, kepentingan perempuan belum cukup diakomodir oleh para pemangku kepentingan, termasuk oleh media.
Bagi kelompok perempuan, model pemberdayaan melalui media sudah kerap dipergunakan. Sebelum Facebook dan media sosial lainnya berkembang, media tradisional seperti buletin sering dipergunakan oleh lembaga pemberdayaan perempuan. Namun, seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, lembaga-lembaga pemberdayaan perempuan kini mulai memanfaatkan media sosial.
Salah satu lembaga pemberdayaan perempuan di Sumatera Utara, merupakan salah satu lembaga yang aktif menggunakan media sosial. Melalui akun Facebook Federasi Hapsari II, lembaga tersebut eksis di dunia maya sejak September 2012. Melalui akun tersebut, Hapsari memposting berbagai aktivitas, meng-update status, dan foto yang berkaitan dengan pemberdayaan perempuan. Walaupun penggunaan Facebook sudah sedemikian sederhana, tidak dapat dipungkiri bahwa sebagai medium untuk pemberdayaan, diperlukan suatu strategi.
BACA JUGA:Apel Gebyar Bakti Penyulang PLN Lahat, Bupati OKU Apresiasi Komitmen PLN
BACA JUGA:Perbaikan Jalan Poros Masuk Tahap Lelang
Penggunaan media sebagai alat untuk pemberdayaan perempuan tidak dapat dilepaskan dari ketidaksetaraan gender yang terjadi Indonesia. Sepanjang sejarah Indonesia, perempuan ditempatkan hanya sebagai objek dari kekuasaan, termasuk dalam bentuk berbagai kebijakan negara. Selanjutnya, apa yang menjadi kebijakan negara, tercermin pula dalam bentuk penggambaran perempuan dalam media.
Perilaku diskriminatif terhadap perempuan tidak muncul begitu saja. Perbedaan gender dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksi secara sosial atau kultural, melalui ajaran keagamaan maupun negara (Fakih, 2001:9). Nilai-nilai patriarkis tersebut terinstitusionalisasikan, tertanam dalam jejaring perangkat kehidupan, sekaligus juga sebagai ideologi dan kontrol sosial yang sangat kuat (Giddens, 1993: 173).