Sayap Ekonom

--

Hari itu juga keluar paspor Belandanyi. Dia pun kembali jadi warga negara Belanda. Maka saat Pak Kwik menjadi Menko Perekonomian istrinya berstatus warga Belanda. Sampai akhir hayatnyi di Jakarta.

Saat jadi mahasiswa di Belanda itu Kwik masuk klub elite di sana. Hanya anak bangsawan dan orang superkaya yang bisa menjadi anggota klub. Salah satu kegiatan penting klub itu adalah dansa. Juga minum-minum. Happy-happy. Keterusan.

Kwik kecanduan dansa. Sampai usianya yang 90 tahun ia masih terus berdansa (Disway 10 Januari 2025: Dansa 90).

Perkenalan pertama saya dengan Pak Kwik terjadi tahun 1985-an. Sekitar itu. Saya sudah menjadi pimpinan baru Jawa Pos. Masih miskin. Kantor JP masih di Jalan Kembang Jepun. Tapi masyarakat sudah menyebut Jawa Pos melejit seperti meteor.

Meteornya melejit tinggi kesejahteraan wartawannya masih di bumi. Belum ada wartawan yang mendapatkan pun misalnya hanya sepeda motor.

Hari itu saya kumpulkan semua wartawan dan redaktur. Saya tidak mau mereka bisik-bisik di belakang layar. Saya buka saja: majalah Liberty baru saja dapat investor baru. Wartawan mereka langsung dapat sepeda motor. Sedang kalian sudah lebih setahun bekerja keras belum ada perbaikan gaji. Apalagi dapat fasilitas motor.

Maka saya tegaskan kalau ada wartawan yang mau pindah ke Liberty silakan. Asal lapor baik-baik. Dunia ini kecil. Di lapangan kita akan sering bertemu.

Saya tidak akan marah kalau ada wartawan yang pindah ke sana. Hak mereka sepenuhnya untuk memperbaiki nasib. Saya tidak bisa menjanjikan apa-apa di Jawa Pos kecuali masa depan yang cerah. Saya tahu tidak semua orang bisa sabar menunggu masa depan. Maka bila ada yang ingin pindah silakan, pindah baik-baik.

Investor Liberty tersebut adalah Kwik Kian Gie dan Junaidi Joesoef  --bos besar perusahaan farmasi PT Konimex. Nama besar lain yang tergabung di situ adalah Bondan Winarno.

Dalam hati saya menderita. Sebagai pemimpin baru di Jawa Pos saya hanya bisa menyuruh kerja keras. Tanpa bisa menyejahterakan karyawan. Saya memang pilih tumbuh apa adanya tapi secara pasti.

Pemilik lama Liberty adalah Goh Tjing Hok. Kejayaan majalahnya rupanya berakhir. Ia undang Kwik masuk ke Liberty.

Sebelum itu Goh berselisih dengan Pemrednya, Basuki Sujatmiko --Tionghoa yang sudah ganti nama.

Saat kehilangan pekerjaan itu Basuki menemui saya. Ingin bekerja di Jawa Pos. Saya terima. Saya ingin punya pengasuh rubrik Hongsui --untuk menarik minat pembaca Tionghoa.

(Cover majalah Liberty di akhir 90-an)

Dua tahun kemudian Liberty mengalami kesulitan. Investasi besar ternyata tidak menjamin sukses. Goh Tjing Hok menemui saya: menyerahkan Liberty-nya. Kwik dan Junaidi Joesoef sudah tidak mau lagi meneruskan investasinya.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan