Sayap Ekonom

--
Kadang naskah yang dikirim Pak Kwik terlalu panjang. Ada grafiknya. Tidak sukses dikirim lewat WA. Maka saya minta agar dikirim lewat email. Rupanya ia sudah mencoba berkali-kali. Tidak sukses. Akhirnya ia menyerah.
"Saya sudah terlalu tua untuk berurusan dengan email," katanya.
Senin kemarin ia juga menyerah dalam kehidupan. Ia menyusul sang istri yang meninggal tiga tahun lalu.
Panjang sekali usia Pak Kwik: 90 tahun. Panjang juga pengabdiannya pada bangsa dan negara Indonesia. Ia mencintai Indonesia secara hakiki --bukan dengan cara ganti nama.
Sejak SMA Pak Kwik sudah membuat perkumpulan siswa SMA Tionghoa tapi anggotanya harus yang sudah berwarga negara Indonesia. Saat itu, tahun 1950-an masih banyak orang Tionghoa berstatus WNA --pun anak-anak mereka.
Kwik-muda pilih jadi aktivis sepenuh hati. Begitu terpilih sebagai ketua ia pindah ke Surabaya --hanya karena sekjen terpilihnya pelajar dari Surabaya. Sang Sekjen tidak bisa pindah ke Semarang. Kwik yang mengalah pindah ke Surabaya. Agar organisasi bisa berjalan lancar.
Padahal waktu itu ia baru kelas dua di SMA Karangturi Semarang. Sejak tahun 1950-an pun SMA Karangturi sudah jadi SMA unggul. Sampai sekarang.
Di Surabaya, Kwik mencari orang yang mau diajak mendirikan SMA. Berdirilah SMA Erlangga di Kaliasin. Di salah satu jalan bernama awal 'Embong' --beberapa jalan di situ berawalan ”Embong” --seperti Embong Sawo dan Embing Kenongo. Embong sendiri berarti ”Jalan” dalam bahasa Surabaya.
Kwik langsung masuk kelas tiga di sekolah baru itu. Ia juga jadi pengurus inti di sekolah. Maka di samping sebagai siswa, Kwik tiap bulan memikirkan gaji guru-guru di SMA itu.
Lulus SMA Pak Kwik masuk Universitas Indonesia. Awalnya ingin masuk fakultas hukum. Alasannya: agar bisa ikut mengatur negara.
Berdasarkan tujuan Kwik itulah kakaknya yang di Belanda minta Kwik mengambil jurusan ekonomi. "Mengatur negara itu lebih berhasil bila lewat ekonomi," kata sang kakak seperti ditirukan Kwik untuk saya.
Baru tiga bulan di UI, kakaknya sakit. Kwik harus berangkat ke Belanda. Ia tunggui kakaknya yang sakit. Sampai akhirnya meninggal. Kwik pun menempati rumah kakak itu. Kuliah di Belanda. Di Rotterdam.
Di kampus itu Kwik kecantol gadis di bagian administrasi. Pacaran. Kawin.
Sang istri dibawa pulang ke Indonesia. Jadi WNI. Saat Kwik mendapat tugas sebagai kepala kantor dagang Indonesia di Belanda istri tidak bisa ikut --tidak dapat visa.
Sembilan bulan kemudian visa baru keluar. Sang istri menyusul ke Belanda dengan marah. Begitu mendarat di bandara dia tidak langsung menemui Kwik. Dia ke kantor pemerintah Belanda dulu. Dia tumpahkan kemarahan di situ. Dia gebrak meja.