Iqro Jimmy

--

Peluang terakhir itulah yang dimanfaatkan Jimmy --dengan cerdas. Jimmy membentuk grup empat orang. Sesama aktivis Iqro' di Perth. Empat orang itu menjadi pengelola dana mereka sendiri.

Lembaga milik empat orang seperti itu disebut SMSF --

Self Manage Super Fund. Pekerja siapa pun boleh membentuk SMSF. Boleh satu orang, dua orang, tiga orang, maksimum empat orang. Untuk mengelola potongan gaji mereka sendiri.

Setelah "SMSF empat orang" itu terbentuk mereka lapor ke ATO --Australian Tax Office. Otoritas pajak Australia.

Saat mengajukan izin mereka melampirkan "business plan": akan dikelola seperti apa dana empat orang itu.

Selanjutnya ATO akan mengawasi: apakah dana yang dikelola sendiri itu berjalan sesuai dengan rencana yang diajukan. Kalau tidak, mereka terkena perkara hukum.

Begitu izin SMSF keluar, empat orang itu menarik dana mereka dari superfund Hijaz. Jumlahnya lumayan. Itu kumpulan "tabungan" sejak 12 tahun lalu. Yakni sejak gaji mereka dipotong 9-13 persen.

Dalam proposal izin SMSF mereka merencanakan uang itu akan dibelikan properti. Kebetulan ada gudang sedang dijual. Properti itu, menurut business plan, akan disewakan. Hasil sewanya lebih banyak daripada dana itu diputar oleh super fund sendiri.

ATO tidak ikut campur bagaimana cara menyewakannya. Atau kepada siapa disewakan. Yang penting tiap tiga bulan SMSF lapor --semua kuwajiban terpenuhi. Termasuk berapa hasil dari pemutaran dana "BPJS Ketenagakerjaan" secara mandiri itu.

Jimmy bersepakat dengan tiga temannya: properti yang dibeli tersebut akan "disewakan" ke Iqro' Perth. Untuk Muslim Community Center. Termasuk untuk tempat sembahyang. Jadi masjid.

Biaya "sewa"-nya didapat dari berbagai sumber. Misalnya dari infak jemaah, dari sedekah, dan dari kegiatan bazar ibu-ibu di komunitas itu. Setiap minggu ibu-ibu bikin bazar di situ: jualan makanan Indonesia.

Dalam empat tahun, uang "BPJS" yang dipinjam untuk beli properti itu sudah lunas. Iqro' sudah menjadi pemilik properti itu.

Saat sudah lunas itulah, kebetulan gudang di sebelahnya dijual. Setelah cocok harga, dipakailah skema yang sama. Lunas lagi. Lalu beli lagi gudang ketiga di sebelahnya. Siklus yang ketiga ini sedang berjalan. Belum lunas.

Mendengar kiat jitu itu saya pun bertekad: tidak akan mau memberikan ceramah setelah salat subuh. Mereka orang-orang hebat. Tidak pantas saya menceramahi mereka. Maka saya ajak saja diskusi. Langsung dimulai oleh jemaah. Bukan oleh penceramah.

Usai forum subuh itu saya justru ingin belajar lebih banyak dari mereka. Di dekat Iqro' ada kafe yang sudah buka. Kafenya di tengah taman. Di pinggir danau yang teduh. Dua pejabat Persebaya ikut bersama saya: Nanang Prianto dan Ram Surahman.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan