Koranlapos.com - Masyarakat Sumatera Selatan khususnya di Kabupaten Lahat diimbau untuk meningkatkan kewaspadaan. Apalagi sebentar lagi akan menghadapi musim kemarau tahun 2025.
Berdasarkan prediksi terbaru, musim kemarau tahun ini diperkirakan akan dimulai lebih awal, yakni sekitar 10 hingga 30 hari dari waktu normalnya, yaitu pada pertengahan Mei hingga pertengahan Juni 2025.
Puncak musim kemarau sendiri diproyeksikan akan terjadi pada bulan Juni hingga Agustus 2025.
Informasi ini disampaikan oleh Kepala Pelaksana BPBD Lahat, Drs. H. Ali Apandi MPDi melalui, Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lahat, Debby Anggraeny ST MT menjelaskan. Bahwa meskipun curah hujan selama kemarau diprediksi akan bersifat normal hingga sedikit lebih basah dibandingkan rata-rata tahun 2023, namun diperkirakan akan lebih kering dibandingkan tahun 2024.
"Musim kemarau di Sumatera Selatan umumnya akan disertai munculnya hotspot penyebab kebakaran hutan dan lahan (karhutla), serta dampak spesifik pada beberapa sektor," jelasnya.
BACA JUGA:VinFast VF6 hadir di Indonesia Dengan Desain yang Modern
BACA JUGA:Chery Luncurkan Versi Baru dari Omoda 5 dan E5 di Indonesia
Ia menambahkan bahwa faktor pengendalian iklim, El Nino-Southern Oscillation (ENSO), diprediksi akan berada pada fase netral hingga akhir musim kemarau 2025, yang berarti tidak ada pengaruh signifikan dari fenomena El Nino atau La Nina yang ekstrem.
BPBD Lahat mengidentifikasi beberapa sektor yang akan terdampak secara langsung oleh musim kemarau ini:
1. Kebencanaan
Penurunan curah hujan secara signifikan berpotensi meningkatkan kejadian bencana hidrometeorologi kering. Hal ini tidak hanya memicu peningkatan potensi timbulnya banyak hotspot dan asap, tetapi juga berisiko menyebabkan kekurangan air bersih yang dapat merugikan masyarakat luas, terutama di daerah-daerah yang bergantung pada pasokan air tadah hujan.
2. Kehutanan
Sektor kehutanan menghadapi ancaman serius berupa peningkatan potensi kejadian karhutla yang terkait langsung dengan penurunan curah hujan. Lahan gambut yang kering dan vegetasi yang mengering akan sangat rentan terbakar.
3. Lingkungan
Kualitas udara diperkirakan akan menurun drastis. Peningkatan polutan di atmosfer akibat asap karhutla akan menyebabkan penurunan kualitas udara, yang berdampak langsung pada kesehatan masyarakat.
4. Pertanian
Sektor pertanian, khususnya lahan tadah hujan, akan sangat merasakan dampak penurunan pasokan air. Ini bisa mengancam produktivitas pertanian dan ketahanan pangan lokal.
5. Kesehatan
Peningkatan konsentrasi polutan di udara akibat kabut asap akan memicu peningkatan penyakit-penyakit yang berkaitan dengan saluran pernapasan, seperti ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut), alergi, dan asma.
6. Transportasi
Kabut asap yang tebal dapat mengganggu jarak pandang pada transportasi darat, laut, dan udara. Hal ini berpotensi menyebabkan keterlambatan jadwal perjalanan, bahkan kecelakaan.