Maka Adi masuk SD-nya di Sydney. Saat pulang ke Surabaya ia balik masuk TK. Ia harus belajar bahasa Indonesia.
Di SD dan SMP nilai Adi istimewa. Ia juga jadi ketua OSIS. Itulah modalnya untuk masuk SMA. Ia ingin masuk SMA yang sama: Frateran. Di belakang SMA Ta'miriyah milik NU.
Adi gagal ke SMA Frateran. Uang masuknya mahal. Orang tuanya sudah berjuang untuk dapat keringanan: keluarga dosen tidak punya uang sebanyak itu.
Perjuangan sang ibu gagal. Alasannya: tidak mungkin seseorang yang tinggal di Dharmahusada tidak punya uang. Dharmahusada adalah daerah elite di Surabaya sebelum ada yang lebih elite: Kertajaya Indah, Citraland, Pakuwon, dan Graha Family.
Akhirnya Adi diterima di SMA St Louis 1 Surabaya. Gratis. Nilai istimewa Adi jadi setoran uang masuknya.
Saya pun bertanya: bagaimana tinggal di Dharmahusada tidak mampu bayar uang muka yang diminta. Ternyata rumah orang tuanya itu di Dharmahusada bagian luarnya. Awalnya hanya tanah kapling: pemberian orang tua mereka.
Saat di SMA itu Adi membaca buku milik salah satu sepupu yang tertinggal di rumahnya. Buku teknik mesin. Sejak itulah Adi terinspirasi untuk kelak kuliah di teknik mesin.
Cita-citanya tinggi: masuk MIT di Amerika. Papa-mamanya pun mendorongnya menjadi yang terbaik. Tapi masuk MIT mahal. Adi cari yang gratis: Jerman. Modalnya: nilai SMA Adi yang istimewa. Juga satu tiket pesawat untuk berangkat tanpa tiket pulang.