Wabah Cepat

--

Oleh: Dahlan Iskan
Minggu 27-07-2025
--
Wabah kereta cepat menyebar ke mana-mana --kecuali ke Amerika Serikat. Setelah Whoosh Jakarta-Bandung kini India segera punya: Mumbay-Ahmadabad.
Empat kali lebih jauh dari Whoosh. Bahkan melewati muara sungai di laut Gujarat. Bukan pakai jembatan, tapi terowongan bawah laut: hampir 50 km panjangnya. Seperti terowongan kereta bawah laut antara Aomori-Hokkaido di Jepang. Atau antara Prancis dan Inggris. Ingin rasanya melewati keduanya lagi setelah lebih 20 tahun berlalu.
Bedanya yang India ini untuk kereta cepat. Bekerja sama dengan Jepang dan Prancis. India ingin menguasai teknologi kereta cepat. Budaya berkereta di India sangat tinggi --seperti di Tiongkok. Menguasai teknologi kereta cepat bagi India sama dengan memenuhi kebutuhan hidup seluruh rakyatnya.
Jalur pertama yang dipilih memang jalur gemuk. Kota Mumbay adalah metropolitan terbesar di India --bukan ibu kotanya, New Delhi. Anda sudah tahu kekuatan ekonomi Mumbai: ibarat New York-nya Amerika. Sampai-sampai India seperti miring ke barat.
Lalu lihatlah Ahmadabad: kota terbesar di negara bagian Gujarat. Anda juga sudah tahu: Gujarat adalah California-nya India. Ekonomi Gujarat naik 9 persen setiap tahun sejak Narendra Modi jadi gubernur di sana. Dua periode. Bayangkan, selama 10 tahun ekonomi tumbuh begitu tinggi.
Itulah yang kelak mengantarkan Modi menjadi perdana menteri India --kini di periode kedua.
Anda pun bisa menduga kenapa jalur pertama kereta cepat di India menghubungkan Mumbay dan Ahmadabad. Dengan demikian kalau saya ingin ke rumah asli Mahatma Gandhi lagi tidak perlu lagi naik pesawat.
Apa yang terjadi di India pasti dilihat Pakistan. Bulan lalu Pakistan memutuskan membangun kereta cepat pertamanya. Juga langsung jarak jauh: Lahore-Karachi. Jarak dua kota itu 3 cm --di buku lama peta bumi saya. Saya simpan buku itu karena peta bumi akan jadi barang langka --sejak ada Google map.
Sebelum zaman Covid saya ingin jalan darat menelusuri jarak itu. Biarlah dengan kereta butut atau naik bus umum yang sampai miring ke kiri. Tapi tubuh tua ini akan menjerit untuk perjalanan 18 jam seperti itu. Akhirnya saya naik pesawat. Padahal saya ingin tahu atmosfer ekonomi di daerah-daerah antara Lahore-Karachi. Akhirnya yang penting saya tahu Karachi --dengan segala kebesarannya, kemiskinannya, keruwetannya, dan kekumuhannya.
Proyek kereta cepat pertama itu seperti berniat akan mengalirkan lebih cepat pertumbuhan ekonomi tinggi di Lahore ke Karachi.
Untuk memotret ekonomi wilayah seperti itulah saya pilih jalan darat ke bagian-bagian lain Pakistan --yang jarak tempuhnya kurang dari lima jam. Saya tahu Anda sudah mengira kereta cepat di Pakistan ini buatan mana. Perkirakan Anda pun tidak salah: dari negara yang huruf depannya T.
Masih banyak negara yang terkena wabah kereta cepat Tiongkok. Termasuk Afrika Selatan. Dari Pretoria ke Johannesburg.
Yang immun dari wabah itu hanya satu: Amerika Serikat. Di sana kereta cepat seperti penyakit musiman. Kadang muncul di mana-mana kadang lenyap begitu saja. Seperti tergantung partai apa yang berkuasa berikutnya.
Yang paling serius Anda sudah tahu: kereta cepat jurusan San Francisco-Los Angeles. Proyeknya sudah dimulai. Sudah sejak 30 tahun lalu. Sampai sekarang pun belum mencapai sepertiganya. Bagaimana kelanjutannya seperti menunggu bunyi tokek. Diteruskan. Tidak. Diteruskan. Tidak. Lebih banyak tidaknya. Rasanya, kalau pun tokeknya sudah mati belum juga akan jadi.
Tapi di Amerika terus muncul pula berita baru: akan membangun kereta cepat dari Houston ke Dallas. Dari Los Angeles ke Las Vegas. Sayang, banyak tokek juga di jalur-jalur itu.
Tiongkok sendiri Anda sudah tahu. Di saat negara lain mengejar dengan kereta berkecepatan 300 km/jam Tiongkok mulai masuk ke proyek kereta yang lebih cepat lagi: 600 km/jam. Rupanya Tiongkok seperti judul film tahun 1990-an --Kejarlah daku terus berlari. (Dahlan Iskan)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan