Karam Darat

--
Kapal Tenggelam di Darat
Paradoks ASDP dan Ironi Modernisasi BUMN di Indonesia
GWS, 6 Juli 2025
Coba, bayangkan sebentar: Anda adalah direktur utama sebuah perusahaan pelayaran negara yang harus menjalankan misi ganda—mencari keuntungan di rute komersial sambil memikul kerugian di rute perintis demi melayani daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal).
Setiap bulan, Anda harus menanggung beban operasional rute-rute yang tidak menguntungkan ke pulau-pulau terpencil, sementara pesaing swasta bebas memilih rute yang profitable saja. Untuk meningkatkan pendapatan, Anda memutuskan mengakuisisi sebuah perusahaan pelayaran yang sudah memiliki 53 kapal plus izin trayek lengkap—strategi yang memungkinkan revenue langsung mengalir tanpa harus menunggu birokrasi perizinan bertahun-tahun.
Namun alih-alih mendapat apresiasi, Anda malah didudukkan di kursi terdakwa dengan tuduhan merugikan negara Rp1,2 triliun. Selamat datang di Indonesia, negeri di mana strategi bisnis bisa berubah menjadi dakwaan. Dan upaya menyelamatkan BUMN bisa berakhir di Pengadilan Tipikor.
Kasus ASDP yang mencuat belakangan ini bukan sekadar skandal korupsi biasa. Ini adalah cermin retak dari paradoks pembangunan Indonesia: bagaimana sebuah upaya transformasi perusahaan negara malah berujung pada vonis pengadilan. Para direksi yang kini terpampang di dakwaan KPK—adalah para profesional yang dulu dipercaya memimpin ASDP menuju era baru. Kini mereka duduk di kursi terdakwa, bingung antara label "reformator" dan "koruptor."