LAHAT HISTORICAL WALKING TOUR

--

Oleh : Mario Andramartik (Pecinta Budaya Lahat)

 

Kabupaten Lahat dalam bulan Mei 2025 memasuki usia ke 156 tepatnya tanggal 20 Mei 1869, Kabupaten Lahat lahir yang kala itu bernama Palembang ches Bovenladen dan pada masa pendudukan Jepang disebut dengan nama Sidokan.

Kabupaten Lahat berdiri berdasarkan UU No.22 Tahun 1948, Keppres No.141 Tahun 1950, PP Pengganti UU No.3 Tahun 1950. Kabupaten Lahat kala itu dipimpin oleh R. Sukarta Marta Atmaja kemudian diganti oleh Surya Winata dan Amaludin dan dengan PP No. 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II dalam Tingkat I Provinsi Sumatera Selatan, sehingga Kabupaten Lahat resmi sebagai Daerah Tingkat II hingga sekarang, dan diperkuat dengan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan diubah dengan UU No. 32 Tahun 2004 menjadi Kabupaten Lahat.

Dalam rangka memeriahkan HUT Lahat ke-156 pada tahun 2025 pecinta budaya Lahat Mario Andramartik dan para guru sejarah di Lahat yang terdiri dari Ade Darmawan, Yasyer Arafat, Sri Hastuti, Tutianah dan Eliza Setyawati mengadakan kegiatan Lahat Historical Walking Tour dengan rute dari halaman Perpustakaan Daerah Lahat yang berada di Jl.Letnan Amir Hamzah Kelurahan Pasar Baru atau yang lebih dikenal dengan kawasan Benteng. Titik kumpul disini sebagai momen bahwa pada masanya lokasi yang sekarang menjadi Perpustakaan Daerah merupakan Kantor Asisten Residen Palembangches Bovenladen yang memimpin wilayah yang sekarang bernama Kota Prabumulih, Kabupaten Pali, Kabupaten Muara Enim, Kabupaten Lahat, Kota Pagar Alam, Kabupaten Empat Lawang, Kabupaten Musi Rawas, Kabupaten Musi Rawas Utara dan Kota Lubuklinggau. Kemudian menjadi Kantor Bupati Lahat, Kantor Dinas Pariwisata, Asrama Haji dan akhirnya menjadi Perpustaan Daerah atau Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Lahat. Bupati Lahat terakhir yang berkantor di gedung ini adalah Letkol A.Malik Sukmadi dan kemudian Kantor Bupati Lahat pindah ke lokasi sekarang di Kelurahan Bandar Jaya.

Kantor Asisten Residen Palembangches Bovenladen atau Kantor Bupati Lahat merupakan bangunan berbahan kayu dengan kontruksi setengah panggung. Lokasi kantor tepat menghadap sungai Lematang dan pegunungan Bukit Barisan dengan Bukit Serelo atau Bukit Jempol di bagian tenggara, lokasi yang sangat strategis di tepi sungai dan panorama nan indah sehingga lokasi di depan kantor yang dekat dengan sungai dijadikan taman dan sebagai daya tarik di taman ini ditempatkan arca megalitik yang biasa disebut masyarakat Lahat sebagai Batu Kodok. 

Di lokasi sekitar Batu Kodok juga merupakan lokasi penting dan bersejarah bukan hanya bagi Lahat tetapi Sumatera Selatan dan Indonesia karena pada tanggal 27 Januari 1948 dilakukan perundingan antara Belanda dan Indonesia sebagai kelanjutan dari Perjanjian Renville. Delegasi Belanda diwakili oleh Kolonel F.Mollinger, delegasi Indonesia terdiri dari Kolonel Hasan Kasim, Kolonel Simbolon, Kapten Nursyirwan, Kapten Rasyidi dan Letnan Bangun dan dua orang pengawas yaitu Kapten J.A. Mac Nail (Amerikat Serikat) dan Kapten J. Rousset (Perancis).

Perjalanan pertama Lahat Historical Walking Tour yang diikuti 70 orang peserta menuju ke 3 rumah kayu yang berada di sebelah timur Kantor Asisten Residen Palembangches Bovenladen atau Kantor Bupati Lahat. Rumah pertama yang tepat berada disamping Kantor Bupati merupakan rumah dinas Asisten Residen yang kemudian menjadi rumah dinas Bupati Lahat. Bupati terakhir yang mendiami rumah dinas ini adalah Letkol A.Malik Sukmadi. Rumah kedua pernah menjadi rumah dinas Dandim. Di kawasan ini masih ada 6 rumah kayu setengah panggung dengan kontruksi bangunan bergaya Indis Style dengan pintu dan jendela-jendela yang besar sehingga ruangan tetap sejuk walaupun tanpa alat pendingin ruangan. Rumah-rumah tersebut masih terlihat kokoh dan megah yang menggambarkan kemewahan masa itu.

Lahat Historical Walking Tour dilanjutkan dengan melihat Gereja Santa Maria yang berada di Jl.Letjend Harun Sohar. Gereja ini dibangun pada tahun 1933 untuk melayani umat Nasrani yang telah berkembang pesat setelah pembangunan bengkel Balai Yasa. Kemudian peserta menuju RS DKT Lahat yang dahulunya pada masa Netherlands Indian Government merupakan Juliana Hospitaal (Rumah Sakit Juliana) dan pada masa awal kemerdekaan dijadikan markas Staf Divisi Garuda Tentara Nasional Indonesia. 

Selanjutnya menuju Jl. Prof. Dr. Emil Salim, di sebelah kiri jalan ini dahulu merupakan Kuburan Belanda yang menggambarkan banyaknya komunitas Belanda di Lahat. Kuburan Belanda kemudian dibongkar dan dijadikan terminal selanjutnya menjadi pasar yang dikenal sebagai Pasar Belando dan akhirnya menjadi komplek pertokoan hingga saat ini. Sedangkan di sebelah kanan jalan saat ini merupakan Denpal (Detasemen Peralatan) dan pada awalnya merupakan Government Autodisel.

Dengan dipandu oleh Mario Andramartik ketua Lembaga Kebudayaan dan Pariwisata Panoramic of Lahat dan anggotanya Herliato Sapsidi dan Deri Franando, peserta Lahat Historical Walking Tour berjalan ke Bengkel Balai Yasa. Bengkel yang selesai dibangun tahun 1931 ini masih berfungsi seperti pertama kali dibangun bahkan bangunan kantor, menara air, klinik dan 13 wisma untuk kediaman para petinggi bengkel masa itu masih terpelihara dengan baik dan masih dihuni hingga sekarang oleh EVP dan para manager Bengkel Balai Yasa. Kemudian peserta melihat perumahan karyawan Bengkel Balai Yasa yang saat ini telah menjadi satu kelurahan yang bernama Kelurahan RD PJKA, hal ini membuktikan betapa banyaknya karyawan dan perumahan yang dibangun.

Peserta yang terdiri dari para guru dan masyarkat pecinta sejarah walaupun beberapa diantaranya telah berusia lebih dari 60 tahun tetap semangat berjalan kaki mengikuti kegiatan Lahat Historical Walking Tour yang pertama kali diadakan ini. Peserta melanjutkan berjalan kaki untuk melihat terowongan kereta api di Kelurahan Gunung Gajah. Terowongan ini dibangun pada tahun 1928-1929 dengan panjang 365 meter dan menjadi terowongan kereta api terpanjang ke-10 se Indonesia. Pada awalnya terowongan ini disebut dengan Willem Synjal Tunnel tetapi karena berada di Kelurahan Gunung Gajah maka lebih dikenal dengan nama Terowongan Gunung Gajah. 

Bangunan berikutnya yang menjadi sasaran untuk dilihat adalah Klinik Mulo yang beralamat di Jl.M. Simbolon Kelurahan Gunung Gajah yang dibangun pada tahun 1938 bersamaan dengan pembangunan sekolah MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) yang sekarang disebut SMP Santo Yosef Lahat akan tetapi masyarakat Lahat lebih sering menyebut Klinik Milo. Berikutnya adalah SMPN 1 Lahat tetapi bangunan heritage pada sekolah ini telah hilang dan berganti dengan bangunan baru.

Tiba di SMA Santo Yosef Lahat peserta masih semangat dan membuat formasi untuk berfoto ria dan membuat video walaupun telah berjalan kaki sekitar 2 jam, tidak terlihat peserta yang kelelahan. Kemudian peserta masuk pintu utama SD dan SMP Santo Yosef Lahat. “Pada tanggal 21 Mei 1936 bertolaklah lima suster CB dari Maastricht negeri Belanda. Dua diantaranya akan berkarya di Sumatera Selatan. Empat orang suster bertolak dari Tanjung Priok menuju Tanjung Karang terus langsung naik kereta api menuju Lahat. Tanggal 3 Juli 1936, mereka tiba di Lahat. Pada bulan Juli itu juga para suster misionaris telah mulai berkarya menangani sebuah HGS yang ada”. Terang Mario memberikan penjelasan terkait berdirinya SD Santo Yosef Lahat.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan