Oleh: Dahlan Iskan
Sabtu 04-10-2025
(Era Baru BUMN: Kementerian Bubar, ASN Tetap Aman, Kepala Lembaga Gantikan Menteri-Disway/Bianca Chairunisa)
Umur Kementerian BUMN ternyata lebih pendek dari yang saya perkirakan. Saya pikir umurnya masih 15 hari sampai satu bulan. Ternyata hanya 10 hari dari tulisan Umur Pendek di Disway 22 September lalu, Kementerian BUMN sudah resmi bubar: 2 Oktober 2025. Hari itu DPR mengesahkan perubahan terbaru UU BUMN.
Kini istilah Kementerian BUMN tidak ada lagi di UU BUMN. Muncul penggantinya. Hanya setingkat badan: Badan Pengaturan BUMN. BP-BUMN.
Badan inilah yang memegang saham satu lembar di setiap perusahaan BUMN. Satu lembar itu disebut saham Merah Putih. Meski satu lembar punya hak veto. Bisa mengalahkan yang 99,99 persen.
Begitu kilat perubahan UU BUMN ini. Dalam setahun berubah dua kali. Yang pertama untuk melegalisasikan kelahiran Danantara. Yang kedua menghilangkan eksistensi Kementerian BUMN.
Perubahan pertama untuk membuat Kementerian BUMN tewas. Perubahan kedua untuk menguburkan mayatnya.
Kini kekuasaan mutlak pengelolaan BUMN ada di Danantara. Terkabullah keinginan lama menyatukan seluruh perusahaan BUMN.
BUMN yang tercerai berai itulah yang selama ini jadi alasan kenapa BUMN tidak maju. Tidak pernah bisa terjadi sinergi. Efisiensi tidak bisa tinggi. Sangat birokratis. Pengambilan putusan teramat lambat.
Kini semua itu sudah berlalu –seharusnya. Semua tergantung Danantara. Kini Danantara ibarat satu perusahaan konglomerat di Indonesia. Konglomerat terbesar. Mengalahkan Salim Group, Sinar Mas Group, Barito Pacific Group, dan grup apa pun di Indonesia.
Tentu Danantara tetap milik negara. Bukan milik pemerintah. Terutama bukan milik swasta. Dengan status milik negara bisakah Danantara sefleksible swasta. Apakah Danantara tidak sering-sering dipanggil DPR? Apakah keuangannya tidak harus diaudit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).
Seharusnya begitu. Ada anggapan dengan tidak diaudit BPK membuat Danantara lebih bebas melakukan korupsi. Seolah audit oleh BPK lebih hebat. Padahal kenyataannya tidak begitu. Audit oleh akuntan publik justru lebih sulit diajak ''kompromi''. Yang beranggapan diaudit BPK lebih ketat, pastilah tidak pernah merasakan sendiri bedanya diaudit BPK dan diaudit auditor swasta profesional. Apalagi auditor Danantara Group nanti harus yang disetujui BPK. Mestinya tidak ada masalah sama sekali.
Tentu tetap tidak mudah bagi Danantara untuk sefleksible grup Salim atau Barito Pacific. Di dalam Danantara kini ada hampir 1.100 perusahaan –termasuk anak, cucu, dan cicit. Dari 1.100 perusahaan itu 50 persennya dalam keadaan rugi. Yang berlaba besar hanya delapan perusahaan.