Di satu dinding ada pajangan kaus-kaus pemain NBA. Juga sepatu mereka. Ada yang ukuran sepatunya ampun-ampun: tiga kali sepatu saya. Semula saya pikir itu sepatu orang purba. Sangat tidak umum. Ternyata sebesar itulah sepatu pemain basket Amerika.
Semua itu koleksi pribadi pendiri DBL --yang ia dapatkan langsung dari para pemain Amerika itu. Ia memang sekolah SMA di sana. Sampai lulus kuliah. Saya malu menyebutkan siapa namanya.
Mulai tahun ini DBL punya program baru: memperluas mimpi anak Indonesia. Program itu dibuat agar tidak hanya bintang-bintang DBL yang bisa ikut camp dan ikut ke Amerika.
Tujuannya: agar siswa dari kota-kota yang belum ada kompetisi DBL-nya bisa terwadahi. Atau, di kota itu sebenarnya sudah ada DBL namun sekolahnya tidak bisa ikut dengan berbagai sebab. Misalnya belum bisa membuat satu tim yang komplet.
Untuk yang seperti itu siswa yang gila basket boleh mendaftar. Tetap harus memenuhi kriteria student athlete. Juga akan diverifikasi apakah ia/dia hanya main-main basket atau sungguh-sungguh ingin berprestasi.
Ada nama resminya, tapi saya menyebutnya ”jalur perorangan”. Jalur ini diberi kuota lima orang. Lima orang itu bergabung dengan lebih dari 200 pelajar lain yang sudah tersaring lebih dulu dari "kota-kota DBL". Eits, ada juga 54 pelatih yang ikut serta. Mereka juga terseleksi dari "kota-kota DBL".
(Para 24 pemain dan 4 pelatih yang terpilih dalam skuad DBL Indonesia All-Star 2025 pada Minggu, 4 Mei 2025 di Atrium Mall Kota Kasablanka, Jakarta-DBL Indonesia)
Salah satu yang terpilih dari "jalur perorangan" adalah Haikal dari Manna. Ia siswa kelas XII asal SMAN 1 Bengkulu Selatan.